POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES
PONTIANAK
MEKANISME
TEH HIJAU (RYOKUCHA) UNTUK MENGHILANGKAN
HALITOSIS YANG DISEBABKAN OLEH KALKULUS
(STUDI PUSTAKA)
DISUSUN OLEH:
JUMADIANSYAH
NIM:5.06.03.0194
JURUSAN
KESEHATAN GIGI
POLITEKNIK KESEHATAN
DEPKES PONTIANAK
TAHUN
2009
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Rongga
mulut merupakan pintu gerbang tubuh. Setiap waktu tak terhitung mikroorganisme
yang melewati rongga mulut. Hal ini terjadi terus menerus tanpa mengalami
banyak gangguan karena adanya pengaruh saliva. Rongga mulut juga merupakan
bagian saluran cerna dengan biologi yang unik, terdiri atas jaringan lunak dan
keras seperti tubuh lainnya. Dalam rongga mulut ini juga terdapat kelainan-kelainan, salah satunya yaitu
bau mulut atau halitosis (Roeslan, 1999).
Bau mulut yang
bersumber dari mulut merupakan faktor yang disebabkan oleh bakteri dan protein
yang ada pada semua orang, oleh karena itu pada dasarnya bau mulut adalah
masalah semua orang, hanya tingkat keparahan yang berbeda-beda, ada yang
mempunyai bau mulut ringan sehingga sama sekali tidak mengganggu orang-orang di
sekitarnya, sementara yang mempunyai kondisi halitosis berat sangat mengganggu
orang lain sehingga dapat mempengaruhi rasa percaya diri (Widiati, 2003).
Kondisi gigi
yang tidak bersih maupun gigi yang berlubang merupakan tempat yang dapat
menjadi media pertumbuhan bakteri anaerob
gram negatif, di samping sisa makanan itu juga mengalami pembusukan ( Wibosono,
2002). Hasil Penelitian menunjukan,
hampir 85-95 % bau mulut bersumber adanya kelainan di rongga mulut, baik gigi
yang berlubang maupun infeksi jaringan penyangga (Fahrudin, 2002).
Jurnal healt to day mengatakan, plak merupakan
penyebab kerusakan gigi. Plak dan sisa makanan yang melekat di gigi secara
bertahap akan diubah menjadi asam oleh bakteri. Jika plak dan sisa makanan
tersebut dibiarkan terlalu lama dipermukaan gigi atau tidak segera dibersihkan
dan ditambah lagi dengan adanya air liur, plak beserta sisa-sisa makanan
menumpuk yang lama kelamaan akan mengeras sehingga berubah menjadi karang gigi
yang mempunyai permukaan kasar sehingga memudahkan kotoran-kotoran menempel (Ita,
2002).
Obat
tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan,
hewan, dan mineral. Bahan-bahan
tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk mengobatan berdasarkan
pengalaman. Bahan obat alam yang berasal dari tumbuhan porsinya lebih besar dibanding
dari bahan yang dari hewan atau mineral, sehingga sebutan obat tradisional
hampir selalu identik dengan tanaman obat. Dari masa ke masa obat tradisional
mengalami perkembangan yang semakin meningkat karena mudah ditemui dan harganya
dapat dijangkau oleh semua lapisan masarakat.
Tanaman teh
juga salah satu tanaman yang dijadikan obat tradisional. Di seluruh pelosok Indonesia aneka produk bisa dijumpai
sehari-hari. Teh bisa diminum panas atau dingin sebagai minuman penyegar atau
obat. Banyak pula yang mencampurkan dengan bahan-bahan tertentu untuk mengobati
berbagai penyakit (Nazarudin, 1996).
Salah satu gangguan pada mulut adalah bau mulut. Biasanya berbagai cara
dilakukan untuk menghilangkannya. Mulai pengobatan tradisional yang menggunakan
berbagai ramuan. Para peneliti dari Lembaga Perlindungan Kesehatan Masyarakat
dan Lingkungan di Belanda menemukan bahwa di dalam teh, terdapat zat yang bernama
katekin yang dapat menghambat
perkembangan bakteri penyebab napas berbau tidak sedap. Minuman teh dengan kekentalan normal,
cukup untuk membunuh bakteri pada lidah (Okie, 2008).
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam
mengenai mekanisme teh hijau untuk menghilangkan halitosis yang disebabkan oleh
kalkulus.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian
diatas, maka perumusan masalah ini adalah bagaimanakah mekanisme teh hijau (ryokucha) untuk menghilangkan halitosis
yang disebabkan oleh kalkulus?
C. Tujuan
1. Umum : Untuk
mengetahui mekanisme teh hijau dalam menghilangkan halitosis yang disebabkan
oleh kalkulus.
2.
Khusus : Untuk
mengetahui perbandingan antara teh apa yang paling banyak kandungan zat yang
berkhasiat untuk menghilangkan halitosis.
D. Manfaat
Dari hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain:
1.
Bagi Penulis
Agar
dapat menambah pengetahuan tentang mekanisme teh hijau untuk menghilangkan
halitosis yang disebabkan oleh kalkulus.
2.
Bagi Institusi Pendidikan
Bahan masukan bagi institusi
pendidikan dalam kontribusi teh sebagai salah satu obat tradisional bau mulut
ke dalam kurikulum mata kuliah bagi
mahasiswa Politeknik Kesehatan Pontianak Jurusan Kesehatan Gigi.
3.
Bagi Ilmu Pengetahuan
Segala masukan serta referensi bagi
penelti lebih lanjut yang berkaitan dengan mekanisme teh untuk menghilangkan
halitosis.
E. Ruang Lingkup
1.
Lingkup Keilmuan
Studi pustaka ini merupakan
bidang ilmu obat kedokteran gigi.
2. Lingkup Masalah
Lingkup masalah ini ditekan pada
mekanisme teh hijau untuk menghilangkan halitosis yang disebabkan oleh kalkulus.
3. Lingkup
Metode
Jenis studi pustaka ini adalah
bersifat membaca dan mengumpulkan referensi dari buku, majalah, tabloid, dan
internet.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teh
Kata teh berasal dari Cina yaitu teh dengan
istilah tay. Bahasa latinnya Camelia sinensis. Hingga sekarang teh
sudah banyak dikenal sampai ke seluruh negara. Ada beberapa klasifikasi tanaman
teh menurut Nazarudin (1996) yaitu :
> Divisi : Spermatophyta
> Sub divisi : Angiospermae
>
Kelas : Dicotyledon
>
Famili :
Theaceae
>
Genus :
Camellia
>
Species :
Camellia sinensis
1. Ciri-Ciri Teh
Menurut Nazarudin (1996) ada
beberapa ciri-ciri teh yaitu tanaman teh berbentuk pohon. Tingginya bisa
mencapai belasan meter. Namun tanaman teh di perkebunan selalu dipangkas untuk
memudahkan memetiknya, sehingga tingginya 90- 120 cm.
Mahkota teh berbentuk kerucut. Daunnya berbentuk jorong
atau agak bulat telur terbalik. Tepi daun bergerigi. Daun tunggal dan letaknya hampir berseling. Tulang
daun menyisip. Permukaan daun atas muda berbulu halus, sedangkan permukaan
bawahnya hanya sedikit, dan permukaan daun halus tidak berbulu lagi.
Bunga
tunggal dan ada yang tersusun dalam rangkaian kecil. Bunga muncul dari ketiak
daun. Warnanya putih bersih berbau wangi lembut. Namun ada bunga yang berwarna
semu merah jambu. Mahkota bunga berjumlah 5- 6 helai. Putik dengan tangkai yang
panjang atau pendek dan pada kepalanya terdapat tiga buah sirip. Jumlah benang
sari 100- 200 helai.
Buah teh
berupa buah berupa kotak berwarna kecoklatan. Dalam satu buah berisi satu
sampai enam biji, rata-rata tiga biji. Buah yang masak dan kering akan akan
pecah dengan sendirinya serta bijinya ikut keluar. Bijinya berbentuk bulat atau
gepeng pasa satu sisinya. Berwarna putih sewaktu masih muda dan berubah menjadi
kecoklatan setelah tua.
Akar teh
berupa akar tunggal dan mempunyai banyak akar cabang. Apabila akar tunggalnya
putus, akar-akar cabang akan menggantikan fungsinya dengan arah tumbuh yang semula
melintang menjadi ke bawah, dan juga akar bisa tumbuh besar dan cukup dalam.
2. Jenis-Jenis
Teh
Ada beberapa jenis teh menurut Hollenberg (2008) yaitu sebagai berikut
a Teh hijau : Bahannya berasal dari pucuk daun teh
yang sebelumnya mengalami pemanasan dengan uap air untuk menoaktifkan enzim
yang terdapat dalam daun teh. Selanjutnya digulung dan dikeringkan. Teh hijau
diproduksi dengan cara penguapan (steaming) daun teh pada suhu tinggi sehingga
kandungan katekin dapat dipertahankan.
Kandungan katekin pada teh hijau
mencapai 30-42%.
b Teh putih : Untuk membuat teh
putih diperlukan daun teh yang paling muda, yang masih dipenuhi bulu putih
pedek atau bulu halus. Proses pemasakannya mengalami 2 tahap, yaitu penguapan
dan pengeringan. Tidak ada proses
pelayuan, penggilingan, atau fermentasi (kadang kala difermentasi juga dengan
kadar ringan). Tampilan teh putih nyaris tak berubah, yaitu berwarna putih
keperakan. Ketika diseduh akan berwarna kuning pucat dengan aroma lembut dan
segar. Kandungan katekin pada teh
putih sekitar 22-25%.
c Teh oolong : terbuat dari daun
teh yang lebih besar dan lebih tua. Setelah dipetik langsug dijemur untuk
pelayuan. Tujuan pelayuan untuk menurunkan kadar air dan membuat lebih lembut.
Kemudian daun diaduk-aduk atau dikocok untuk menghilangkan pinggiran daun.
Tahap berikutnya ditebar dan dikeringkan, dilakukan beulang kali. Tampilan teh
oolong, bagian tepi daun teh akan berwarna merah karena fermentasi dan bagian
tengah tetap berwarna hijau. Kandungan katekin
pada teh oolong sekitar 15-19% (Gede, 2006).
d Teh hitam : Daun yang sudah
dipetik, kemudian dijemur 12-18 jam. Dilanjutkan dengan proses fermentasi
secara penuh. Warna daun teh menjadi hitam dan beraroma khas. Daun teh yang
mengitam ini kemudian digiling dan selanjutnya masih difermentasi di dalam
ruangan dingin dan lembab. Melalui proses ini, teh yang dihasilkan dapat lebih banyak.
Sebagian besar teh yang beredar di pasaran adalah teh hitam. Teh hitam
sebenarnya mengandung katekin, namun
tidak banyak. Hal ini karena adanya proses fermentasi pada pembuatan teh hitam
yang dapat merusak kandungan katekin.
Kandungan katekin pada teh hitam
hanya sekitar 7-10% (Hollenberg, 2008).
3. Teh Hijau (Ryokucha)
Teh hijau (ryokucha) adalah teh yang sangat umum
di China. Teh hijau adalah terpilih dari daun teh kelas atas yang disebut tencha. Teh dinamakan gyokuro karena warna hijau pucat yang
keluar dari daun teh. Daun dilindungi dari terpaan sinar matahari sehingga
mempunyai aroma yang sangat harum. Teh hijau berkualitas tinggi yang digiling
menjadi bubuk teh (Hanzi, 2009).
4. Kandungan dan Kegunaan Teh Hijau
Menurut Khomsan (2008) teh hijau mempunyai kandungan dan kegunaan sebagai
berikut :
- Polipenol
(katekin) yang terdapat dalam teh hijau adalah bahan sangat bermanfaat bagi
kesehatan, yaitu mampu mengurangi risiko penyakit jantung,
membunuh sel tumor, dan menghambat pertumbuhan sel kanker
paru-paru, kanker usus terutama sel kanker kulit. Zat ini dapat membantu kelancaran
proses pencernaan makanan melalui stimulasi peristalsis, produksi cairan
pencernaan, menghambat pertumbuhan plak, dan menghilangkan bau mulut.
- Fluor adalah tergolong sebagai mineral yang dapat mencegah
radang gusi, dan gigi berlubang.
- Mangan yang terdapat pada teh hijau dapat
membantu penguraian gula menjadi energi sehingga membantu menjaga
kestabilan kadar gula dalam darah.
- Kafein yang terkandung dalam teh hijau berbeda dengan
kafein yang terkandung dalam kopi. Pada teh hanya terkandung
kafein sebanyak 3 - 5%. Jadi jika kita rajin minum teh, maka
tubuh dan pikiran akan terasa lebih segar. Kafein berpengaruh
positif pada aktivitas mental, dan dapat memperbaiki proses pencernaan
makanan dalam lambung.
B. Halitosis
- Pengertian Halitosis
Halitosis berasal dari kata “halitos”
yang berarti nafas dan “osis” yang
berati kondisi tidak normal, berarti halitosis adalah bau nafas yang tidak
sedap. Sekarang ini istilah halitosis telah digunakan secara bersama untuk
menyatakan bau nafas yang tidak sedap, bahkan halitosis banyak dikenal dan dipergunakan (Haskell
& Gayford, 1979).
Pada tahun 70-an dengan dipelopori
oleh Dr Joseph Tonzetich dari Departement
of Oral Biology, Fatulty of Dentistry, University of British Columbia Vancouver Canada, dilakukan
penelitian yang mendalam untuk mengetahui sebenarnya penyebab nafas yang tak
sedap pada seseorang. Dr Tonzetich dan kawan-kawan berhasil mendeteksi bahwa
adanya sesuatu senyawa yang berbau yang keluar dari mulut seorang mengidap bau
mulut (Djaya, 2001).
Halitosis telah menjadi masalah yang
mengkhawatirkan selama berabad-abad, hal ini dapat diketaui dari
tulisan-tulisan Romawi kuno. Sejak tahun 1550 BC orang Mesir telah menganjurkan
untuk mengatasi nafas tak sedap dengan cara mengunyah bahan yang baunya wangi
seperti mellburry, myrrh (sejenis rempah-rempah), atau karet dari pohon mastik.
Jaman dahulu seorang pejabat romawi
telah memberikan pernyataan bahwa nafas seseorang akan menjadi bau karena
makanan yang tidak baik, karena gigi yang jelek, atau bahkan meningkatnya usia
seseorang. Demikian pula Hipokrates
yang lebih dikenal sebagai bapak ilmu kedokteran, 460-337 BC, telah membahas
tentang diagnosa dan perawatan bau mulut. Hipokrates menjelaskan adanya hubungan antara
penyakit gusi dan bau mulut. Jika gusi menjadi sehat kembali bau mulut akan
hilang. Sir William Osler 90 tahun yang lalu, dokter Kanada yang terkenal juga
menyatakan bahwa deteksi mau mulut dapat merupakan indikator yang baik dari
penyakit-penyakit mulut dan penyakit-penyakit sistemik tertentu (Djaya, 2001).
Pengertian
tentang suatu bau yang tercium adalah sangat berbeda antara individu yang satu
dengan yang lainnya. Seseorang tidak keberatan bau dari anggota keluarganya
seperti istri dan anak karena hal itu dapat memberikan ciri khas tersendiri.
Seseorang sering pula tidak dapat merasakan baunya sediri karena telah
terbiasa, seperti halitosis, ini terjadi karena adanya efek ”adaptasi” dimana
karena bau tersebut menjadi ada dan terpapar terus-menerus, menyebabkan syaraf olfactorius menjadi teradaptasi sehingga
tidak disadari lagi adanya bau.
Menurut
Fahrudin (2002) pada umumnya halitosis bisa dialami oleh semua orang,
pria-wanita, besar-kecil, tua-muda, bayi ataupun lanjut usia walaupun hanya
sehari. Bau tersebut bisa bersifat sementara bisa berbulan-bulan, atau
bertahun-tahun. Tingkat baunya bermacam-macam, mulai dari yang ringan sampai
yang berat.
Meskipun
biasanya orang menyebut bau mulut tak
sedap, namun sebenarnya sumber bau mulut itu tidak hanya dari rongga mulut
saja, tetapi juga bisa dari rongga hidung, paru-paru dan lain-lain.
Tetapi bila
orang yang bersangkutan itu sediri mempunyai syaraf-syaraf pembauannya rusak,
maka ia tidak mengetahui kalau bau mulutnya berbau. Jadi hanya orang lain yang
berada di depannya saja yang bisa tau. Tidak ada penyakitpun hanya dari mulut
bisa berbau, karena makan-makanan yang berbau merangsang atau karena
obat-obatan yang diminum, bahkan mulut
kering karena pernapasan melalui mulut yang terus-menerus juga menimbulkan
halitosis. Halitosis disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari
mulut,sebab-sebab sistemik atau kelainan pada daerah nasofaringeal (Djaya, 2001).
2. Faktor-Faktor Penyebab Halitosis
a. Faktor lokal
Menurut
Djaya (2002) di dalam rongga mulut mempunyai peranan besar terhadap terjadinya halitosis,
dan banyak sekali berpendapat bahwa di dalam mulut mikroorganisme yang
membentuk flora normal mulut. Jutaan koloni berbagai jenis bakteri di dalam
rongga mulut yang berguna untuk membantu pencernaan makanan.
Di
dalam rongga mulut juga terdapat gigi yang mempunyai pengaruh terhadap
halitosis seperti kebersihannya dan kesehatannya, jaringan penyangganya (periodontium). Terdapat juga jaringan
lunak mulut seperti gingiva, mukosa
serta lidah.beberapa faktor penyebab halitosis dari halitosis dari rongga mulut
:
- Lidah
Berdasarkan
studi yang dilakukan menyatakan bahwa permukaan lidah bagian paling belakang
lidah merupakan sumber utamanya terjadinya halitosis. Lidah mempunyai
tonjolan-tonjolan halus pada papilla-papila pada seluruh permukaannya, terdapat
tiga jenis papila yang terbesar pada tempat-tempat tertentu dimana
panjang-pendeknya papilla ini bervariasi pada setiap individu. Permukaan lidah merupakan tempat utama
aktivitas serta berkembang biaknya bakteri. Daerah-daerah di antara
papila-papila serta dasar lidah tersebut merupakan tempat paling disukai oleh
bakteri khusus bakteri-bakteri anaerob. Disamping itu permukaan lidah seperti
halnya permukaan gigi juga dapat tertutup oleh plak yang merupakan lapisan
tipis seperti film berasal dari sisa-sisa makanan terutama bagian posterior.
Oleh karena itu membersihkan lidah sangatlah penting khususnya dalam mencegah
halitosis (Dyaja,2001).
-
Ludah
Ludah atau saliva mempunyai
peranan penting terhadap terjadinya halitosis yaitu adanya suatu aktivitas
pembusukan oleh bakteri yaitu adanya degradasi protein menjadi asam amino oleh
mikroorganisme (Djaya, 2001).
- Stomatitis
Stomatitis yaitu radang pada
selaput lendir mulut. Salah satu jenis stomatitis
yang amat jahat yaitu adalah jenis noma, stomatitis yang berbau busuk (Djaya,
2001).
- Karies gigi
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan
keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas
suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Jika dibiarkan
lama kelamaan gigi akan membusuk dan menimbulkan bau mulut (Ginting, 1985).
- Karang
gigi / kalkulus
Karang gigi atau kalkulus
adalah suatu endapan keras yang melekat pada permukaan gigi. Karena gigi
mempunyai permukaan yang kasar sehingga
sisa-sisa makanan dan air ludah melekat pada permukaan gigi dan menimbulkan bau
mulut. Penyebab timbulnya karang gigi adalah karena penimbunan lapisan mineral
pada gigi yang berbatasan dengan gusi, dan dapat menimbulkan gangguan gigi
serta gusi (Ginting,1985).
- Periodontitis
Radang sekitar gigi ini dapat
timbul karena adanya ransangan plak dan kalkulus yang menyebabkan pembengkakan
jaringan gusi dan terjadi poket atau yang lebih dalam dari normal yang
selanjutnya menjadi bertambah dalam diakibatkan adanya kerusakan serat-serat
periodontal dan tulang-tulang alveolar (Ginting, 1985).
- Sisa
akar gigi
Seandainya kalau
karies gigi dibiarkan semakin lama semakin besar dan akhirnya gigi hancur
semua, akhirnya di dalam tulang hanya tertinggal sisa akar membusuk (Ginting,
1985).
- Pemakaian protesa atau gigi palsu
Pemakaian gigi
palsu yang tak terawat menimbulkan bau mulut yang tidak sedap karena tidak
dijaga kebersihannya, terutama gigi tiruan, sekarang ini telah jarang dibuat
dan hampir selalu berbau tidak sedap (Yuwono, 1989).
b. Faktor umum
Yaitu penyebab halitosis yang
berasal dari selain dalam rongga mulut :
- Rokok/Perokok
Yaitu bau dan rasa
dari mulut seorang perokok cukup khas yang biasanya dapat ditentukan apakah
pasien merokok sigaret, cerutu atau dengan pipa. Pasien yang menghembuskan
nafas berarti mengeluarkan bau dari paru-paru. Bronkus, mulut, hidung dan sinus paranasal, meningkatkan sekresi
mukosa dapat memperburuk bau tersebut (Irawati, 2005).
- Diet
Salah satunya diet
juga dapat menimbulkan halitosis, makanan yang digoreng juga dapat melimbulkan
bau mulut bahkan setelah gigi di bersihkan. Kopi juga dapat mempunyai yang
khas, tetapi bau hilang setelah dilakukan penyikatan gigi (Temmy, 2002)
- Kelainan
rongga tenggorokan atau nasoparing
>Pharingitis yaitu radang selaput lender
tenggorokan (Irawati, 2005).
>Sinus paranasal, yaitu sinus yang mengalami
radang dan menguarkan nanah sehingga
menimbulkan bau (Djaya, 2001).
>Tonsilitis akut, dimana tonsil
membengkak, dan mengandung nanah sehingga menimbulkan bau (Djaya, 2001).
>Rinitis yaitu peradangan mukosa fosa nasali terutama rhinitis
atrofi (ozaena) yaitu mukosa hidung menjadi sklerotik, fosa nasal tersumbat
oleh krusta yang menghasilkan bau mulut yang busuk (Irawati, 2005).
- Penyakit ginjal kronis
Dalam rongga mulut
biasanya berbau kurang sedap pada penyakit penyakit ginjal kronis dengan lidah
yang kering dan berubah warna. Urea dikeluarkan melalui kelenjar ludah bila
pasien mengalami uremia yang parah dan bau mulut berbau urine (Irawati, 2005).
- Keadaan hepatikum
Keadaan hepatikum
ini terdapat pada fungsi hati yang sangat akut dan dapat dianggap sebagai tanda
kemungkinan terjadinya koma. Bila pasien belum berada pada keadaan yang sangat
akut, bau mulut pasien yang hepatikum yang sering disebut dalam sejumlah istilah,
seperti bau kayu lapuk, tikus, dan bahkan bau bangkai segar (Yuwono, 1989).
- Paru-paru
dan bronkus
Penyakit paru-paru
dan bronkus dapat berupa abses, kavitas dan daerah-daeah
strategi dapat memperburuk bau mulut. Keadaan seperti bronkiektasis, abses paru-paru,
enpyema, dan keadaan lain yang dapat menimbulkan pembusukan kavita
paru-paru dapat menimbulkan halitosis (Yuwono, 1989).
C. Karang Gigi
Karang gigi adalah bakterial plak yang mengalami endapan keras/mineralisasi,
dapat terbentuk pada semua permukaan gigi dan celah gigi yang berwarna mulai
kekuning-kuningan, kecoklat-loklatan, kehijau-hijauan sampai kehitam-hitaman
dan mempunyai permukaan yang kasar. Oleh karena karang gigi yaitu endapan keras
dari plak, maka terbentuknya adalah berdasarkan perkembangan dari plak oleh
karena itu plak harus ada untuk terbentuknya karang gigi. Untuk mengontrol
karang gigi harus dimulai dengan plak kontrol (Sunaryo, 1984).
Teori pembentukan karang gigi sangat bervariasi, tetapi pada umumnya para
ahli berpendapat bahwa antara plak dan karang gigi terdapat hubungan yang erat
sekali, sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tinggal terlalu lama
pada permukaan gigi yang akan mengeras menjadi karang gigi. Penyebab ini
berasal dari pengendapan bahan-bahan kasar, air ludah dan serum darah, akibat
adanya suatu peradangan. Karang gigi mempunyai permukaan kasar sehingga
sisa-sisa makanan dan air ludah melekat pada permukaan gigi tersebut.
Selanjutnya karang gigi akan terus terbentuk dan bertambah banyak sehingga dapat
menutupi sebagian permukaan gigi dan dapat juga dipermukaan akar gigi dibawah
tepi gusi (Djuita, 1995).
- Klasifikasi Karang Gigi / Kalkulus
Berdasarkan
hubungan terhadap gingiva margin, karang gigi dibagi dalam
a) Supra gingival kalkulus
Melekat
disebelah korona dari crest gingiva
margin dan dapat dilihat. Warnanya putih kekuningan atau putih keabuan,
klasifikasinya terganyung pada mineral-mineral yang terdapat didalam saliva dan
lebih banyak terdapat di daerah tempat berkumpulnya saliva; misalnya pada
daerah lingual gigi daerah anterior bawah, dan permukaan bukal gigi-gigi molar
rahang atas. Supragingival kalkulus mempunyai konsentrasi seperti tanah liat,
warnanya dapat dipengaruhi oleh pigmentasi yang berasal dari tembakau, makanan
atau metabolisme bakteri. Pada kasus-kasus yang eksterim kalkulus dapat
membentuk menutupi permukaan oklusi gigi yang tidak berfungsi (Sunaryo, 1984).
b) Subgingival kalkulus
Melekat
disebelah apikal dari crest gingiva
margin di dalam sulkus gingiva dan poket, tidak terlihat pada pemeriksaan.
Untuk menentukan adanya subgingiva kalkulus digunakan sonde. Konsentrasinya
padat dan keras, warnanya coklat tua atau hijau kehitam-hitaman. Bayangan warna
ini dapat terlihat berupa warna gelap membayang disekitar gingival margin.
Klasifikasinya sebagian besar berasal dari mineral-mineral yang terdapat
didalam gingival (Sunaryo, 1984).
2.
Komposisi Karang Gigi
Komposisi karang gigi
bervariasi sesuai dengan lamanya pembentukan. Terdiri dari 80% masa anorganik,
air dan matrik organik dari protein dan karbohidrat. Fraksi anorganik terutama
dari fosfat kalsium, dalam bentuk hidroksid
apatid, brushide, whitlockite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu juga terdapat sejumlah kecil kalsium
karbonat, magnesium fosfat, dan fluor. Kandungan fluor dari karang gigi adalah
beberapa kali lebih besar dari pada di dalam plak (Manson, 1993).
BAB III
KERANGKA TEORI
A. Landasan Teori
Teh hijau mengandung zat aktif
bernama katekin yang dapat membunuh
bakteri di mulut, dapat menahan proses pembentukan plak gigi. Tidak hanya
menghalangi tapi justru membunuh bateri pembentuk plak dan karang gigi sehingga
tidak terjadinya bau mulut dengan
mekanisme menghambat radikal bebas.
B. Kerangka Konsep
C. Definisi Operasional
Mekanisme atau cara kerja zat aktif (katekin)
yang terkandung di dalam teh hijau yang dapat membunuh bakteri dalam mulut
dan menghambat pertumbuhan plak sehingga tidak terjadinya suatu endapan
keras yang melekat pada permukaan gigi (karang gigi)
yang menyebabkan bau mulut.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan yang dibahas berdasarkan
metode studi kepustakaan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku, makalah
ilmiah, serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan mekanisme
teh hijau untuk menghilangkan halitosis yang disebabkan oleh kalkulus.
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan
melakukan penelaahan kepustakaan (library
research) yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca dan mempelajari
buku-buku literatur, laporan-laporan, serta makalah ilmiah lainnya yang
kemudian dibahas berdasarkan teori-teori yang ditemukan, sehingga dapat
menciptakan pemahaman serta diperoleh arah dan hasil penelitian yang tepat dan
relevan.
BAB V
PEMBAHASAN
Sekresi saliva
berkaitan erat dengan kesehatan rongga mulut, terutama berhubungan dengan
pembentukan pada plak, plak
adalah Plak gigi adalah lapisan lembut yang terbentuk dari campuran antara makrofag,
leukosit, enzim, komponen anorganik, matriks ekstraseluler, epitel rongga mulut
yang mengalami deskuamasi, sisa-sisa makanan serta bakteri yang melekat di
permukaan gigi. Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak gigi
adalah bakteri dari genus Streptococcus,
yaitu bakteri Streptococcus mutans (Maulani,
2006).
Jika plak tidak segera
dibersihkan maka dapat menimbulkan karang gigi. Pembentukan
karang gigi dimulai dengan pengendapan garam kalsium fosfat yang dapat terjadi
apabila lingkungannya mempuyai ph tinggi yang basa, sehingga plak dan sisa-sisa
makanan menempel pada permukaannya. Akibat adanya pengendapan kalsium fosfat
dalam lingkungan basa dapat memudahkan bakteri dalam menghasilkan amoniak yang
mengandung uriase. Hasil dari metabolisme bakteri ini berupa gas atau senyawa
sulful yang mudah menguap sehingga dapat menyebabkan bau mulut (Wibisono,
2002).
Adanya senyawa
sulfur yang mudah menguap atau Volatile
sulful Compounds (VSC), merupakan unsur utama penyebab halitosis. VSC
adalah hasil aktifitas bakteri-bakteri anaerob di dalam mulut berupa senyawa
yang berbau tidak sedap dan mudah menguap hingga menimbulkan bau yang tercium
oleh orang lain disekitarnya. Aktifitasnya di dalam mulut bakteri anaerob
bereaksi dengan protein-protein yang ada, protein di dalam mulut dapat
diperoleh dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein, sel-sel darah yang
telah mati, bakteri-bakteri yang telah mati ataupun sel-sel epitel yang
terkelupas dari mukosa mulut. (Djaya, 2002).
Di dalam mulut normal
diperkirakan rata-rata terdapat sekitar 400 macam bakteri dengan berbagai tipe.
Meskipun penyebab bau mulut belum diketahui dengan jelas, kebanyakan dari bau
tersebut berasal dari sisa makanan di dalam mulut. Masalah akan muncul bila
sebagian bakteri berkembang biak. Kebanyakan dari bakteri ini bermukim di leher
gigi bersatu dengan plak dan karang gigi, selain itu di balik lidah juga ada karena
daerah tersebut merupakan daerah yang aman dari kegiatan mulut sehari-hari. Bakteri
tersebut memproduksi toksin atau racun, dengan cara menguraikan sisa makanan
dan sel-sel mati yang terdapat di dalam mulut. Racun inilah yang menyebabkan
bau mulut pada saat bernafas karena hasil metabolisme proses anaerob pada saat
penguraian sisa makanan tersebut menghasilkan senyawa sulfide dan ammonia
(Vyati, 2009).
Upaya pencegahan lebih banyak
ditujukan untuk mengurangi terjadinya penumpukan plak yang berlebihan di dalam
rongga mulut. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan teh hijau (ryokucha) (Hattori & Sakanaka, 1998). Teh hijau mengandung zat aktif bernama katekin yang dapat membunuh bakteri di
mulut, sekaligus menghilangkan gula dari plak dan menghilangkan bakteri
penyebab napas berbau. Minumlah 2 sampai 5 cangkir teh hijau sehari (Johnson,
2009).
Teh hijau memiliki kandungan katekin yang tinggi karena pada
pembuatan teh hijau tidak melibatkan proses fermentasi yang merupakan oksidasi polifenol (katekin). Oleh karena itu teh
hijau yang kaya akan kandungan katekin
yang mampu mencegah pertumbuhan bakteri pembentuk plak. Sedangkan pada teh
hitam, kandungan katekin sangat
rendah karena pada proses pembuatannya melibatkan proses fermentasi yang
merupakan proses oksidasi polifenol
(katekin) (Khamson, 2008).
Para ahli yang meneliti daun
teh hijau sepakat, bahwa teh hijau mengandung senyawa-senyawa bermanfaat. Salah satu kandungan teh hijau yaitu
senyawa substansi fenol yaitu katekin. Kandungan katekin dalam teh hijau adalah 30-42% berat kering daun teh hijau,
meski total kandungannya bervariasi tergantung lokasi tumbuh, musim, intensitas
cahaya dan ketinggian tempat
(Hollenberg, 2008).
Teh hijau mengandung 30-42% polifenol yang sebagian besar dikenal
sebagai katekin. Katekin adalah antioksidan yang sangat kuat, lebih kuat dari
vitamin E, C dan 0-karoten. Senyawa katekin yang terkandung didalam teh
hijau yaitu :
-
epitekin (EC)
-
epikatekin galat (ECG)
-
epigallokatekin (EGC)
-
epigallokatekin galat
(EGCG)
.Dari
keempat komponen katekin teh
tersebut, EGCG merupakan komponen utama yang paling potensial. Salah satu
fungsi utama dari EGCG adalah sebagai antioksidan, dengan mekanisme menghambat
radikal bebas yang terjadi di dalam lingkungan sehingga menghambat reaksi
berantai yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif bagi struktur
mikroorganisme salah satunya bakteri dari genus Streptococcus, yaitu bakteri Streptococcus mutans. Selain
sebagai antioksidan, EGCG juga berfungsi sebagai antimikroba, antimutagenik dan
antikarsinogenik (Wulandari, 2008).
Katekin yang
terkandung di dalam teh hijau dengan konsentrasi tinggi, memiliki kemampuan
untuk mengurangi pembentukan plak gigi dengan membunuh bakteri penyebab (Streptococcus
mutans) dan menghambat aktivitas enzim glikosiltransferase
(GTF) dari bakteri tersebut. Enzim GFT ini mengubah sukrosa menjadi glukan
yang merupakan penyebab pembentukan plak gigi. Berdasarkan pengaruh katekin
terhadap plak gigi, hasilnya menunjukan bahwa jumlah bakteri (Streptococcus
mutans) berkurang sehingga pembentukan plak gigi pun berkurang (Hattori
& Sakanaka, 1998).
Selain itu hasil juga
menunjukan bahwa antioksidan, dengan mekanisme dari katekin bisa menghambat reaksi berantai sehingga tidak terjadi
senyawa belerang yang terbentuk dalam mulut seperti metil mercaptan dan beberapa sulfid
(VSC) sebagai hasil penguraian
protein oleh enzim dan bakteri (Wulandari, 2008).
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein dan kumpulan bakteri yang
melekat pada permukaan gigi terjadi plak gigi. Jika plak tidak segera
dibersihkan maka dapat menimbulkan karang gigi, Karang
gigi inilah salah satu yang dapat menyebabkan bau mulut.
Katekin yang terkandung di dalam teh memiliki kemampuan
untuk menghambat proses pembentuk plak gigi. Selain itu dapat membunuh bakteri
di dalam mulut dan menghilangkan gula dari plak.
B. Saran
Penulis
juga mengharapkan agar pembaca untuk minum teh hijau 2 sampai 5 cangkir sehari.
Karena teh hijau mengandung zat aktif (katekin)
yang mampu menehan proses pembentukan plak yang berhubungan juga dengan
pembentukan karang gigi.
Penulis
mengharapkan kepada pembaca untuk lebih pemperhatikan kebersihan gigi dan
mulutnya dengan cara mengontrol plak agar tidak menumpuk yang mengakibatkan
terjadinya karang gigi, terlebih adanya karang gigi sebaiknya segera
dibersihkan supaya tidak menimbulkan bau mulut, karena karang gigi juga dapat
menyebabkan bau mulut disertai dengan adanya senyawa sulfur yang mudah menguap.
DAFTAR PUSTAKA
Djaya, A, 2001
Halitosis. Klinik
Indonesia : Jakarta. Hal 3-14
Djuita, I, 1995
Spesifik Protektion. Buku Kedokteran:Bandung. Hal 27-28
Fahrudin, D, 2002.
Bau
Mulut. http//:www.Astaga.Com.
Ginting, B, 1985
Mulut Sehat Gigi Kuat, Publicing House :
Bandung. Hal 11-13
Gede, A, 2006
Mengenal
Ragam Dan Manfaat Teh.http//www.Anekaplanta.wordpress.Com.
Hanzi, 2009
Teh hijau. http://id.wikipedia.org/wiki.com.
Haskel. R, & Gayford.J.J, 1979
Penyakit Mulut, Buku Kedokteran:Jakarta. Hal 177-178
Hattori & Sakanaka, 1998
Senyawa Katekin The.http://www.m3undip.org//artikel.htm.
Hollenberg, N, 2008
Irawati, 2005
Bau Mulut No Way.http//www.f-buzz.Com.
Ita, 2002
Dadaunan
Penghilang Bau Mulut. http//:www.suaramerdeka.comcybernews
Johnson, J, 2009
Mulut/halitosis-alias-bau-mulut. http://cantik.sayanginanda.com.
Khomsan, A, 2008
Kandungan-kimia-pada-teh-hijau.http://wafasukses.wordpress.com.
Manson, J. D. B. M, 1993
Periodonti.Buku Ajaran: Jakarta. Hal 26-28
Maulani, C, 2006
Nazarudin, 1996
Pembudayaan dan Pengolahan Teh, Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 3-4
Okie, S, 2008
Usir Bau Mulut Dengan Teh. http://doktersehat.com.
Roeslan, B. O, 1999
Peranan
Biologi Oral Dalam Bidang Kedokteran Gigi,
Majalah Kedokteran gigi. No.39
Sunaryo, L. Z. B,
1984
Priodontologi.Buku Ajaran: Jakarta. Hal 56-58
Temmy, 2002
BauTakSedapDariMulutTakPerluada.http//:www.kompas.com.cetak/iptek/baum
36 htm.
Vyati, E, 2009
halitosis-bau-mulut.http://doktersehat.com
Wibosono, L, 2002
Menyiasati
Bau Mulut. http//www.Indonesia.com/intisari/bau
mulut.Htm
Widiati, 2003
Mulut
Sehat. http//www.kompas.Com/kesehatan/news.Hhm
Wulandari, 2008
Antioksidan.http://www.adln.lib.unair.ac.id.com.
Yuwono, L, 1989
Penyakit Mulut.Penerbit Buku Kedokteran
: Jakarta. Hal
9
BIODATA PENULIS
Nama :
Jumadiansyah
Tempat, tanggal lahir : Sarang Burung Usrat, 27 Desember 1986
Jenis kelamin :
Laki-laki
Agama :
Islam
Alamat : Sarang
Burung Usrat, kec. Jawai, kab. Sambas
Nama orang tua :
Ayah bernama Ambia
ibu bernama Patimah
Alamat orang tua :
Sarang Burung Usrat, kec. Jawai, kab. Sambas
Jenjang pendidikan
1. SD :
SDN 42, SB. Usrat tamat pada tahun 1999
2.
SLTP : Tsyanawiah AL-Azhar, SB. Kuala,
kec. jawai tamat pada tahun 2002
3. SLTA :
SMU N 1, Sentebang, kec. jawai tamat pada tahun 2005
Motto : Kegagalan merupakan keberhasilan
yang tertunda, jadi tetaplah berjuang dan terus berjuang untuk mendapatkan
keberhasilan itu
DEPARTEMEN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK DEPKES
PONTIANAK
JURUSAN KESEHATAN
GIGI
Karya Tulis
Ilmiah, Juni 2009
Jumadiansyah
Mekanisme Teh Hijau
(Ryokucha) Untuk Menghilangkan
Halitosis Yang Disebabkan Oleh Kalkulus
X + 28 Halaman
ABSTRAK
Rongga mulut merupakan bagian saluran cerna dengan
biologi yang unik, terdiri atas jaringan lunak dan keras seperti tubuh lainnya.
Dalam rongga mulut ini juga
terdapat kelainan-kelainan, salah satunya yaitu bau mulut atau halitosis.
Tanaman teh salah satu tanaman yang dijadikan obat tradisional. Selain itu tanaman teh merupakan salah
satu obat yang dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa. Teh bisa diminum panas atau
dingin sebagai minuman penyegar atau obat. Banyak pula yang mencampurkan dengan
bahan-bahan tertentu untuk mengobati berbagai penyakit.
Tujuan studi kepustakaan ini adalah
untuk mengetahui mekanisme teh hijau (ryokucha)
untuk menghilangkan bau mulut yang disebabkan oleh kalkulus. Selain itu juga untuk mengetahui
perbandingan antara teh apa yang paling banyak kandungan zat yang berkhasiat
untuk menghilangkan halitosis.
Pembahasan mengenai mekanisme teh
hijau (ryokucha) untuk menghilangkan
halitosis yang disebabkan oleh kalkulus diambil dari bebebapa buku referensi
dan internet yang dimaksudkan untuk mengetahui mekanisme teh hijau (ryokucha) berdasarkan studi kepustakaan.
Hasil
dari studi kepustakaan ini adalah mekanisme teh hijau (ryokucha) untuk menghilangkan halitosis yang disebabkan oleh
kalkulus. Para ahli yang
meneliti daun teh hijau sepakat, bahwa teh hijau mengandung senyawa-senyawa
bermanfaat. Salah satu kandungan teh hijau yaitu senyawa substansi fenol yaitu katekin. Kandungan katekin dalam
teh hijau adalah 30-42% berat kering daun teh hijau, Sebab
teh hijau mengandung zat aktif yang bernama katekin
yang mampu menghambat bakteri pembentuk plak dan karang gigi sehingga
menghilangkan halitosis.
Kata Kunci: Mekanisme Teh hijau (ryokucha),
Halitosis oleh kalkulus
Daftar bacaan : 25 (1979-2009)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul ”Mekanisme Teh Hijau (Ryokucha) Untuk Menghilangkan Halitosis
Yang Disebabkan Oleh Kalkulus” yang mana Karya Tulis Ilmiah ini adalah
salah satu persyaratan akademik dalam rangka menyelesaikan kuliah di Politeknik
Kesehatan Depkes Pontianak Jurusan Kesehatan Gigi.
Dalam
rangka menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mengalami kesulitan
baik dalam mencari literatur maupun penyusunannya. Namun berkat bantuan
pembimbing serta teman-teman, Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Untuk
itu penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak drg. Miftah Tri Abadi, M.Kes, selaku
Pembimbing Pertama, telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan baik dalam
penyusunan maupun penulisan Karya Tulis Ilmiah saya ini.
2. Ibu drg. Lindawati M.Kes, selaku pembimbing
kedua yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan baik dalam penyusunan
maupun penulisan Karya Tulis Ilmiah saya ini.
3. Bapak Damhuji, S.SiT, MPH, selaku penguji,
telah banyak memberi saran dan motivasi.
4. Bapak
drg. H. Abral, selaku Ketua Jurusan Kesehatan Gigi Poltekes.
5. Para Dosen di Jurusan Kesehatan Gigi yang
telah banyak memberikan ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Kepada orang tua, abang, kakak, abang ipar,
kakak ipar, dan keponakan yang saya sayangi terima kasih, pengertian jerih
payah dan doanya untuk keberhasilan penulis. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan dan motivasi
bagi penulis.
7. Kekasih
saya yang tersayang terima kasih yang telah banyak membantu dalam kesulitan
baik di dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah maupun yang lainnya, dan atas
dukungan dan motifasinya yang tanpa henti salama ini.
8. Kepada sahabat-sahabat saya yang selalu setia dalam
suka dan duka, tidak bisa dituliskan namanya satu-satu teman-teman seperjuangan
di Politeknik Kesehatan Jurusan Gigi angkatan 2006 yang telah memberikan
dukungan dalam penyusunan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih belum sempurna dan
masih terdapat kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pihak lain memanfaatkannya.
Pontianak, Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
HALAMAN JUDUL DENGAN
SPESIFIKASI………………….………..…..iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN…………………….……………………….iv
PERNYATAAN SIDANG………………………………..……………………...v
BIODATA PENULIS……………………………………….…………………..vi
KATA PENGANTAR..........................................................................................vii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………..…………… 1
B. Rumusan Masalah……………………...…………………..… 3
C. Tujuan……………………………...……………………….... 3
D. Manfaat……….…………………...………………………… 4
E. Ruang Lingkup…..…………………....……………………… 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teh……………………………………....…………………… 5
B. Halitosis…………………………………....………….……... 9
C. Karang Gigi.............................................................................
17
BAB III
KERANGKA TEORI
A. Landasan
Teori........................................................................20
B. Kerangka
Konsep………………………………....…….…....20
C. Depinisi
Operasional................................................................20
BAB IV
METODOLOLI PENELITIAN
A. Rencana Penelitian...................................................................21
B. Pelaksanaan
Penelitian.............................................................21
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................22
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................26
B. Saran........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
dipost dengan tanpa perubahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar